Bismillah.
Belum lama berlalu dari ingatan kita, hari raya idul adha dan semarak Dzulhijjah dengan limpahan pahala yang ada padanya. Kini kita pun diingatkan akan sejarah perjuangan bangsa ini dalam merebut kemerdekaannya dari cengkeraman penjajah.
Tidaklah samar bagi seorang muslim, bahwa kemerdekaan itu adalah anugerah dan rahmat dari Allah kepada kita. Sebuah nikmat besar yang semestinya membuat kita semakin tunduk dan bersyukur kepada Allah, bukan justru membuat kita semakin lalai dan berfoya-foya…
Setiap muslim sadar bahwa nikmat Allah perlu diingat dan perlu disyukuri. Karena dengan mensyukuri nikmat itu akan menjadi sebab datangnya keridhaan Allah dan tambahan nikmat. Bahkan dengan syukur itu pula azab dari Allah akan bisa tersingkirkan atau dipalingkan.
Akan tetapi sayangnya banyak orang tidak pandai mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Mereka hanyut dalam lautan nikmat dan tidak lagi mengindahkan aturan dan hukum Allah. Mereka jadikan dunia sebagai ajang untuk mengumbar keinginan dan kerusakan. Mereka lupa bahwa dunia ini hanya sementara, sedangkan akhirat kekal abadi.
Kebahagiaan yang sejati di sisi Allah tidak akan diberikan kepada mereka yang kufur dan syirik kepada-Nya. Karena kebahagiaan akhirat itu Allah siapkan bagi hamba-hamba yang bertakwa. Takwa inilah yang menjadi sebab utama terjaganya diri seorang hamba, sebuah keluarga dan sebuah bangsa dari terpaan azab dan malapetaka.
Untuk itulah pada momen semacam ini yang seharusnya ditekankan oleh kaum muslimin adalah bagaimana kita bisa mewujudkan syukur ini dalam kehidupan sehari-hari. Adapun berhura-hura, bersenang-senang dengan nikmat tanpa mempedulikan aturan agama; sesungguhnya ini adalah bibit-bibit malapetaka. Yang kita berlindung kepada Allah dari azab-Nya…
Apakah manusia merasa aman dari makar Allah… Apakah manusia lupa bahwa nikmat dari Allah itu diberikan supaya mereka gunakan dalam kebaikan dan ketaatan kepada-Nya. Tidakkah kita sadar bahwa kemerdekaan ini diperoleh dengan pertolongan Allah kemudian dengan jerih payah dan pengorbanan para pejuang? Lantas mengapa kita justru berfoya-foya di atas penderitaan mereka…
Seharusnya kita lebih banyak menangis, karena kita telah menyia-nyiakan nikmat ini bukan dalam rangka taat dan beribadah kepada Allah. Kita sering lupa dengan Allah pada saat nikmat berlimpah, tetapi di saat yang lain kita hanya mau ingat Allah ketika musibah telah menimpa.
Apakah semacam ini akhlak orang yang mensyukuri sebuah nikmat besar yang bernama kemerdekaan? Semoga Allah berikan taufik kepada kita dan kepada para pemimpin negeri ini untuk mewujudkan apa-apa yang Allah cintai dan apa-apa yang Allah ridhai…
Yogyakarta, Dzulhijjah 1440 H / Agustus 2019